Senin, 27 Desember 2010

~DAHSYATNYA PENCIPTAAN MANUSIA ~

Manusia menjadi centre point karena tugas yang diembannya sebagai wakil Tuhan di bumi dan untuk 'meng-islam-kan' semesta. Tugas maha penting ini menimbulkan tanya besar tentang siapa dan apa sesungguhnya manusia dan kaitannya dengan alam semesta. Mulai dari proses penciptaannya, unsur-unsur fisik dan non-fisik, materi dan immateri yang ada dalam dirinya. Sumbangan tulisan dari Agus Mustafa berikut ini bisa memjadi pembuka cakrawala pemahaman tentang manusia. Kita akan diantar melihat dari dekat penciptaan manusia. Diawali dari penciptaan alam semesta untuk memahami existensinya hingga proses detil penciptaan si masterpiece, manusia. Tulisan ini membawa kita dalam perjalanan ke alam makrokosmos dan mikrokosmos dan menemukan rahasia, misteri di balik ciptaan-NYa. Dan kesadaran ketakjuban akhirnya bermuara setidaknya pada pernyataan berikut :

"Jadi akhir dari perjalanan Makrokosmos ke luar angkasa itu ternyata hanya akan mempertemukan kita dengan kegelapan tiada bertepi, seluas miliaran tahun cahaya. Sebaliknya, perjalanan ke mikrokosmos juga ternyata berakhir dengan kegelapan yang tidak ada batasnya, sampai mendekati ketiadaan di ukuran nol ruang alam mikro..!"

Ke luar angkasa luas bertemu dengan Misteri yang sangat mencengangkan, ke dalam alam mikro juga bertemu dengan Misteri yang menggiriskan. Kesana bertemu ’Kegelapan’ dan ketidak-tahuan, kesini bertemu ’Kegelapan’ dan ketidak-mengertian. Menjauh bertemu dengan ’Kekosongan’, dan mendekat juga bertemu dengan ’Kekosongan’.
====================================
MELIHAT LEBIH DEKAT (1), 24 Desember 2010 20:26
~ MENCOBA MEMAHAMI EKSISTENSI SEMESTA~
Ada sebuah film presentasi yang menunjukkan bahwa ternyata manusia hanyalah sebutir debu dalam eksistensi alam semesta. Sebuah kamera dipasang mengarah ke sosok manusia pada jarak 1 meter. Maka, sosok manusia itu pun kelihatan cukup besar di dalam monitor kamera. Closed up. Lantas, kamera itu dijauhkan perlahan ke arah angkasa, secara terus menerus.

Pada jarak 10 meter, sosok manusia itu tidak lagi mendominasi layar monitor. Selain si manusia, ternyata kelihatanlah pemandangan di sekitarnya. Ada batu, pohon, kursi, dan taman. Lantas, kamera itu dijauhkan lagi menjadi setinggi 100 meter. Sang manusia menjadi kelihatan semakin kecil, berada di dalam sebuah taman yang besar. Yang lebih dominan adalah pepohonan dan benda-benda besar di sekitarnya.

Pada jarak 1000 meter alias 1 km, sosok manusia itu mulai tidak jelas. Hanya terlihat sebagai bintik kecil yang bergerak-gerak. Dan tamannya pun mulai kelihatan kecil pula. Yang mulai kelihatan dominan adalah kawasan kota. Kemudian, kamera ditarik menjauh lagi ke angkasa. Pada jarak 10 km, kawasan itu pun menjadi semakin kecil. Yang tampak adalah sebuah kota dengan permukimannya. Sedangkan sang manusia, sudah tidak kelihatan lagi...!

Jika kamera itu terus dinaikkan ke angkasa, pada jarak 1000 km, kamera sudah berada di lapisan paling luar atmosfer Bumi. Yang kelihatan di layar monitornya adalah permukaan planet Bumi yang melengkung. Dan, seterusnya semakin jauh, yang kelihatan adalah planet Bumi beserta satelitnya, yakni Bulan.

Kemudian berturut-turut, semakin jauh kamera, akan kelihatan tata surya yang berisi delapan planet dengan lintasan orbitnya dan berbagai satelit, asteroid, dan bebatuan angkasa. Lantas, kelihatanlah matahari sebagai pusatnya. Dan bintang-bintang yang bertaburan berjumlah miliaran. Yang ketika semakin jauh, akan kelihatan sebagai bintik-bintik cahaya terang dalam kegelapan alam semesta. Berkelap-kelip di dalam jagad raya yang tak kelihatan batasnya.

Semakin menjauh, di jarak sekitar 1000.000.000.000.000.000 Km (10^18 km), kelihatanlah galaksi Bima Sakti. Yakni gerombolan matahari, dimana tatasurya dan Bumi kita berada. Dimana, sosok manusia yang kita amati tersebut telah ’terlupakan’ karena sudah tak ada bekasnya. Sudah lenyap dari pandangan mata. Teruskanlah, kamera semakin menjauh ke kedalaman langit, pada jarak 100.000.000.000.000.000.000 (10^20 Km) dan selebihnya, yang terlihat adalah samudera kegelapan alam semesta yang cuma berisi bintik-bintik cahaya disana-sini, yang kita kenal sebagai bintang atau pun gugusan bintang atau pun galaksi-galaksi yang berkedap-kedip lemah.

Ternyata kawasan gelap alam semesta demikian luasnya. Jauh lebih luas dibandingkan kawasan terangnya. Dengan kata lain, misteri kegelapan realitas ini jauh lebih dahsyat tak terukur dibandingkan dengan segala yang sudah diketahui oleh manusia. Ya, ternyata alam semesta lebih didominasi oleh ’kegelapan malam’ dibandingkan terangnya cahaya...

Sekarang, marilah kameranya kita gerakkan mendekat kembali ke Bumi. Maka, secara berurutan kita akan melihat benda-benda yang kita tinggalkan tadi mendekat kembali. Kelihatanlah miliaran galaksi dalam jarak yang semakin dekat. Kemudian muncul galaksi Bima Sakti. Disusul gerombolan tatasurya, planet-planet dan satelitnya. Dan akhirnya sampai di bagian luar planet Bumi.

Kamera terus mendekat pada jarak 1000 km, saat ia berada di bagian luar atmosfer. Terus mendekat sejarak 100 km, 10 km, 1 km, 10 meter, dan akhirnya 1 meter, dimana sosok manusia terlihat closed up kembali...

Tapi, jangan berhenti. Dekatkan terus kamera itu ke arah sosok manusia tersebut, sehingga berjarak 10 cm. Apakah yang terlihat? Jika resolusi lensanya sangat bagus, Anda akan bisa melihat permukaan kasar kulit manusia. Pori-porinya dan bulu-bulu rambut di permukaan kulitnya.

Dekatkan lagi, pada jarak 1 cm. Maka, pori-porinya akan semakin kelihatan jelas. Dan keriput-keriput kulit kita terlihat demikian gamblang. Dekatkan lagi sejarak 1 mm. Jika lensanya didesain beresolusi sangat tinggi, akan kelihatan jaringan sel-sel tubuh kita. Mendekatlah sampai sejarak 10^(-4) meter alias 1/10.000 meter alias 100 micron akan semakin jelas ’betapa jeleknya’ kulit kita yang kelihatan halus itu. Dan kemudian kita akan mulai bisa melihat sel-sel tubuh kita sendiri.

Pada jarak 1 micron alias 1/sejuta meter akan kelihatan isi selnya. Bahkan mulai kelihatan pilinan-pilinan chromosom dan untai genetika. Itu berlangsung sampai sejarak 10^(-8) alias 100 angstroms. Jika kita mendekat lagi sampai sejarak 10 angstroms, mulai kelihatan gerombolan molekul-molekul penyusun sel. Dan pada jarak yang lebih dekat lagi sampai 0,01 Angstrom kita akan bertemu dengan atom-atom yang memiliki ruang-ruang gelap antar-orbit elektronnya. Mirip saat berada di luar angkasa, di jarak antar-planet, bintang dan galaksi.

Lebih dekat dari itu, pada jarak 0,001 A, kita mulai bisa melihat isi atom yang terdiri dari partikel-partikel subatomik. Semakin mendekati, di jarak 0,0001 A, kita akan bertemu dengan penyusun inti atom seperti proton, neutron, dan berbagai partikel elementer lainnya. Jika diteruskan lagi lebih dekat dari 0,00001 A, maka yang tampak hanyalah kegelapan alam mikrokosmos. Persis seperti kegelapan alam makrokosmos di luar angkasa sana.

Jadi, akhir dari perjalanan Makrokosmos ke luar angkasa itu ternyata hanya akan mempertemukan kita dengan kegelapan tiada bertepi, seluas miliaran tahun cahaya. Sebaliknya, perjalanan ke mikrokosmos juga ternyata berakhir dengan kegelapan yang tidak ada batasnya, sampai mendekati ketiadaan di ukuran nol ruang alam mikro..!

Ke luar angkasa luas bertemu dengan Misteri yang sangat mencengangkan, ke dalam alam mikro juga bertemu dengan Misteri yang menggiriskan. Kesana bertemu ’Kegelapan’ dan ketidak-tahuan, kesini bertemu ’Kegelapan’ dan ketidak-mengertian. Menjauh bertemu dengan ’Kekosongan’, dan mendekat juga bertemu dengan ’Kekosongan’.

Dan di sepanjang perjalanan dari ’Kekosongan’ menuju ’Kekosongan’ itu kita menemukan ’Isi’ alam semesta yang teratur demikian rapi, dalam keseimbangan dan harmoni yang tiada terkira indahnya. Oh, siapakah Dia yang sedang ’bermain-main’ mengisi segala kekosongan realitas alam semesta ini? Dimana Dia sedang menunjukkan kedahsyatan Kekuasaan yang tiada terkira. Dialah Sang Maha Berilmu lagi Maha Bijaksana: Allah Azza wajalla...

QS. Al Mulk (67): 3-4
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak harmonis?



Kemudian cermatilah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat, bahkan penglihatanmu akan kembali dalam keadaan yang meletihkan.

QS.Adz Dzaariyat (51): 20-21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

QS. Al Infithaar (82): 6-7
Hai manusia, apakah yang telah membuatmu ingkar terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu demikian harmonis?

MELIHAT LEBIH DEKAT (2), 25 Desember 2010 18:03
~ DILARANG SYIRIK, DIPERINTAH SYIAR ~
Perbuatan yang paling ‘dibenci’ Allah adalah syirik alias menyekutukan Allah dengan Tuhan lain. Dalam Al Qur’an perbuatan syirik disebut sebagai dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah. Kecuali, pelakunya bertaubat dan kemudian hanya bertuhan kepada Allah saja.

Maka, orang-orang musyrik yang dulu menyembah berhala di zaman jahiliyah pun, ketika kemudian bertuhan kepada Allah, mereka memperoleh ampunan dari Sang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Artinya, tidak diampuninya dosa syirik itu adalah ketika seseorang masih terus melakukan atau sedang menjalankannya. Jika sudah tidak lagi, tentu saja akan diampuni-Nya, karena Dia adalah Dzat yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

QS. Al Furqaan (25): 70
kecuali orang-orang yang bertaubat (dari kemusyrikannya), beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. Al Israa’ (17): 25
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.

Pada hakekatnya, seluruh proses keberagamaan seorang manusia adalah beranjak dari musyrik menuju muslim. Musyrik itu menyekutukan Allah, sedangkan muslim adalah berserah diri hanya kepada-Nya. Persis seperti yang diucapkan oleh nabi Ibrahim sebagai The Founding Father agama Islam, yang kemudian kita abadikan dalam shalat.

QS. Al An’aam (6): 103
Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama muslim (berserah diri kepada Allah)".

Bentuk kemusryikan sungguh sangat beragam. Ada yang musyrik dengan cara menyembah patung berhala. Ada yang musyrik dengan menjadikan manusia dan malaikat sebagai bagian dari unsur ketuhanan. Ada yang musyrik dengan menjadikan harta benda, kekuasaan, dan segala kepentingannya sebagai ‘tuhan-tuhan’ yang tak dinamainya tuhan, tetapi pada prakteknya dia telah bertuhan kepada segala macam selain Allah itu.

Setiap kita sebenarnya memiliki kadar kemusyrikan dalam bentuk yang berbeda-beda. Dan itu tidak akan diampuni-Nya ketika kita tidak segera beranjak menuju muslim sejati. Cobalah tanyakan pada diri sendiri: sudahkah Anda benar-benar terbebas dari kemusyrikan? Dan sudah bisa berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menjalani hidup ini? Dalam suka maupun duka?

Ketika harta benda Anda ludes dimakan api misalnya, dan seluruh tabungan di bank lenyap karena banknya bangkrut, gemetarkah Anda? Putus harapankah Anda? Ataukah bisa bertawakal dan berserah diri kepada-Nya?
Ketika orang yang sangat Anda cintai, tiba-tiba pergi meninggalkan Anda untuk selamanya, lemaskah persendian tubuh Anda, larut dalam kesedihan yang mendalam dan putus asa? Ataukah bisa bersabar dan bersandar kepada-Nya?

Ketika segala fasilitas dan kenyamanan yang Anda nikmati sekarang tiba-tiba runtuh, merasa habiskah Anda? Ataukah, masih bisa terus tersenyum sambil bekerja keras kembali di jalan Allah, Sang Pemurah..?

Jawabannya akan menggambarkan seberapa besar tingkat kemusyrikan kita kepada Allah. Semakin merasa kehilangan atas segala sesuatu itu, maka semakin besar rasa kebergantungan kita kepada ’tuhan’ selain Allah. Semakin musyriklah kita. Sebaliknya, semakin tawakal dan sabar dalam menghadapi segala permainan hidup ini, semakin besar pula keyakinan kita kepada-Nya, insya Allah telah bertauhid secara lebih sempurna. Berarti, kita telah berhasil menerapkan makna laa ilaaha illallaah dalam hidup, bahwa ’’tiada sesuatu pun yang layak dijadikan sebagai tempat bergantung, kecuali Allah...’’

Insya Allah kita semua sudah paham dengan substansi tauhid. Bahwa kita dilarang melakukan kemusyrikan dalam bentuk apa pun, sekecil apa pun, karena yang demikian itu bisa mengotori penghambaan kita kepada Allah.

Akan tetapi perintah bertauhid atau larangan syirik ini tidak berdiri sendiri. Allah juga memerintahkan kita untuk melakukan syiar. Dua hal ini ~ bertauhid dan bersyiar ~ bagaikan dua sisi yang berbeda dalam satu keping mata uang yang sama. Seluruh nabi dan utusan Allah perintah utamanya hanya dua, yakni: ’’ajak manusia untuk bertauhid, dengan cara syiar yang baik...’’. Keduanya dilakukan dalam ’satu tarikan nafas’.

Lantas siapakah yang harus kita syiari? Apakah umat Islam saja? Ataukah seluruh umat manusia? Dengan mudah kita bisa mengetahui jawabannya, dari pertanyaan ini: untuk siapakah al Qur’an diturunkan dan untuk siapakah Nabi Muhammad diutus? Apakah untuk umat Islam saja, ataukah untuk seluruh manusia? Juga, untuk siapakah misi rahmatan lil alamin ini diwahyukan? Untuk umat Islam saja ataukah untuk seluruh manusia?

QS. An Nisaa’ (4): 174
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an).

QS. Al Anbiyaa’ (21): 107
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Ternyata, Allah menjawab dengan sangat gamblang di dalam firman-firman-Nya, bahwa misi Rasulullah dan Al Qur’an adalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Bahkan seluruh alam. Berarti, Islam harus disyiarkan kepada siapa saja. Bukan hanya kepada umat Islam. Justru yang belum Islam. Yang belum berserah diri kepada Allah. Yang belum bertuhan kepada-Nya. Yang belum mengakui Tuhan sesungguhnya, Sang Penguasa alam semesta.

Lantas bagaimana caranya? Apakah dengan cara memusuhi mereka yang belum Islam? Apakah harus membuat gap psikologis yang tidak perlu? Apakah dengan menjelek-jelekkan siapa saja yang belum bertuhan kepada Allah? Apakah dengan menjauhi mereka?

Ataukah sebaliknya? Dengan menunjukkan kehangatan dalam persahabatan. Dengan menunjukkan kepemaafan. Dengan menunjukkan sifat suka menolong dan berbuat kebajikan. Dengan memberikan teladan yang baik dalam kehidupan. Dengan argumentasi-argumentasi yang masuk akal dan bisa diterima semua pihak secara terbuka.
Sungguh akan menjadi ’sangat aneh’, kalau kita ingin syiar tapi sambil terus membuat gap psikologis, membangun sikap permusuhan, dan menjauhi orang-orang yang ingin kita syiari...(?)

Bukankah, Rasulullah pun malah mendoakan orang-orang musyrik agar mereka menjadi muslim? Dan doa Rasulullah itu dikabulkan Allah. Maka, Umar bin Khaththab dan Hamzah yang tokoh musyrikin Quraisy pun masuk Islam. Bahkan menjadi pahlawan Islam yang luar biasa tangguhnya.
Larangan berdoa untuk kaum musyrikin itu adalah memohonkan ampunan, saat mereka masih berbuat kemusyrikan. Ya tentu saja. Lha wong mereka tidak bertuhan kepada Allah, kok dimintakan ampun kepada Allah. Musy ma’ul kata orang Mesir, alias nggak masuk akal. Tentu saja Allah tidak akan mengampuninya, karena mereka kan memang tidak bertuhan kepada-Nya? Maka kita menjadi paham, ketika Allah mengingatkan para nabi yang karena kelembutannya masih memohonkan ampunan buat mereka. Yakni, Nabi Ibrahim terhadap ayahnya, Nabi Nuh terhadap anaknya, dan nabi Muhammad terhadap pamannya.
Akan tetapi, bagi para penyembah berhala yang sudah menjalankan Tauhid dengan sebenar-benarnya ~ hanya bertuhan kepada Allah ~ sungguh ampunan Allah sedang menunggu mereka di depan pintu surga...
Maka, dalam konteks ini marilah kita tebarkan semangat rahmatan lil alamin setulus-tulusnya bagi seluruh umat manusia. Bukan hanya kepada saudara-saudara kita yang muslim. Melainkan juga kepada kawan-kawan dan sahabat-sahabat kita yang belum Islam. Seluruh umat manusia. Sambil terus berdoa kepada Allah mudah-mudahan umat akhir zaman ini mendapat petunjuk dari Allah Sang Maha Bijaksana untuk bertuhan hanya kepada Sang Penguasa sejati: Allah azza wajalla...
Bisa kan, kita menyiarkan agama rahmatan lil alamin ini tanpa harus mengorbankan ketauhidan? Kecuali, kalau kita belum yakin betul siapa Tuhan sejati Penguasa Jagat Raya yang hebat ini ... :)
QS. Al Hajj (22): 67
Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka tidak sepantasnya mereka berbantahan denganmu dalam urusan ini. Dan serulah mereka kepada Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.
QS. Asy Syuura (42): 15
Maka dari itu, serulah (mereka ke jalan Allah) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah (kita) bakal kembali"

QS. Ali Imran (3): 159
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Kapankah penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu mulai berlangsung? Ternyata, peristiwa dahsyat itu dimulai saat sel spermatozoa sang ayah bertemu dengan sel telur sang ibu di dalam sebuah lorong gelap saluran tuba falopii. Saluran yang ada di kanan kiri perut bagian bawah seorang ibu itu adalah sebuah kanal yang menghubungkan ’sarang telur’ yang disebut ovarium dengan ’rahim’, dimana cikal bakal manusia akan ’ditumbuhkan’ oleh Sang Pencipta.

Pertemuan sel telur dengan spermatozoa merupakan sebuah drama yang sangat mengagumkan. Sebuah peristiwa yang menjadi permulaan drama panjang kehidupan seorang manusia di muka Bumi. Sebuah peristiwa multikompleks dimana sebagian takdir seorang manusia ditetapkan oleh Sang Pencipta dalam bentuk qadar. Misalnya, jenis kelaminnya, kekuatan organ-organ tubuhnya, jenis rambut dan kulitnya, warna bola matanya, bakat-bakatnya, dan sebagainya. Selebihnya, Allah memberikan sebagian sifat ’Maha Berkehendak-Nya’ kepada sang manusia untuk mengusahakan sendiri takdirnya di alam dunia.

Pra-penciptaan manusia itu dimulai dengan lepasnya spermatozoa sang ayah dari ’sarangnya’ untuk dipertemukan dengan ovum sang ibu yang juga terlepas dari ’sarangnya’. Agar bisa bertemu dengan sel telur, jutaan spermatozoa dari seorang ayah harus menempuh perjalanan panjang sekitar 10 jam. Mulai dari bagian paling luar organ reproduksi wanita, sampai di jarak sepertiga dari sarang telur sang ibu. Kira-kira, setara dengan perjalanan naik mobil dari Surabaya ke Jakarta.

Jika jutaan spermatozoa itu ’kecapaian’ dan tidak bisa mencapai posisi sel telur ibu, maka kandaslah proses penciptaan manusia itu. Misalnya, karena daya vitalitasnya memang rendah. Atau dihalangi oleh alat kontrasepsi. Atau, barangkali ’tersesat’ karena ada kelainan struktur organ sang ibu.

Dalam keadaan normal, sel spermatozoa yang berjumlah jutaan dan berbentuk kayak kecebong kecil dengan ekor yang bergetar-getar itu seperti punya radar untuk menuju ke sarang telur sang ibu. Tidak tersesat. Meskipun sebagiannya boleh jadi ’gugur’ di tengah jalan. Bagi yang bisa melintasi ruangan rahim, mereka akan terus melaju memasuki lorong gelap tuba falopii, dan kemudian terjadi pertemuan bersejarah yang meleburkan spermatozoa dan sel telur disana. Walaupun jumlahnya jutaan, yang berhasil membuahi sel telur biasanya hanya satu saja. Kecuali, terjadi proses anomali sehingga terbentuk pembelahan sel kembar dikarenakan ada sejumlah sel bibit ayah yang berhasil menerobos masuk ke dalam sel telur.

Sejak pertemuan itulah proses penciptaan manusia berlangsung, dengan pentahapan yang sangat dramatis. Dari satu telur induk hasil leburan itu, lantas membelah menjadi dua, menjadi empat, delapan, enam belas, tiga puluh dua, dan seterusnya, sampai bertiliun-triliun, hanya dalam waktu sekitar 9 bulan saja.

Yang aneh, sambil membelah menjadi triliunan sel, setiap sel yang sebenarnya identik itu seperti ada yang mengomando untuk menjadi sel-sel yang berbeda posisi dan karakter. Ada yang menjadi sel darah, sel tulang, sel daging, sel jantung, sel hati, sel usus, sel liver, ginjal, paru, mata, otak, kulit, kelenjar-kelenjar, dan seterusnya, dan sebagainya, sampai mencapai sekitar 200 jenis sel dalam tubuh manusia dewasa. Bisakah Anda bayangkan jika sel-sel itu salah menerjemahkan perintah? Misalnya, mestinya membentuk sel jantung, keliru menjadi sel mata atau sel kulit atau sel tulang. Tentu akan menjadi masalah besar bagi sang janin.

Mereka lantas berkelompok-kelompok membentuk jaringan sel yang saling berkoordinasi. Dimulai dari sejumlah sel yang berkoordinasi membentuk sel-sel embrionik, yang menjadi cikal bakal bayi. Proses ini berlangsung selama beberapa hari pertama, sel induk yang melebur di dalam saluran falopii itu pun membelah sambil bergerak turun menuju rahim. Sesampai di rahim, ia mencari tempat menempel di dinding ruang pembiakan itu. Dan kemudian melekat sambil mengeluarkan ‘akar-akar’ yang menancap di dinding rahim, agar ia bisa menyerap sari-sari makanan untuk tumbuh dan berkembang.

Fase ini oleh al Qur’an disebut sebagai ‘Alaqah’ alias ‘yang menempel’ atau ’melekat’ di dinding rahim. Ada yang menyebut ini sebagai segumpal darah. Sebenarnya itu terjemahan yang kurang tepat. Karena, alaqah memang berbeda dengan sel-sel darah. Meskipun secara mata awam mirip dengan darah yang menggumpal. Seperti terlihat pada ibu yang sedang mengalami keguguran.

’Alaqah adalah kumpulan sel-sel ’primitif’ yang dikenal sebagai sel embrionik alias stem sel. Dari sel-sel embrionik inilah kemudian tubuh calon manusia itu terbentuk menjadi lebih spesifik. Yakni, membentuk gumpalan daging yang kelak akan berkembang menjadi kulit bagian luar, bagian dalam, dan sejumlah organ dalam.

Setelah itu, bermunculanlah tulang-tulang rawan di dalam gumpalan daging itu. Dalam waktu yang bersamaan, gumpalan daging dan tulang belulang itu memanjang ke arah atas dan bawah, sehingga membentuk kepala, tubuh, kaki, dan tangan. Sementara di bagian dalamnya terus membentuk organ-organ dalam yang semakin kompleks. Dan tulang belulang yang semakin mengeras itu pun dibungkus dengan otot-otot sebagai penggeraknya. Akhirnya, terbentuklah tubuh manusia dengan sangat menakjubkan.

QS. Al Mukminun (23): 12-14, Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani dalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu Kami jadikan alaqoh, lalu alaqoh itu Kami jadikan gumpalan daging dan (di dalam) gumpalan daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging (otot-otot). Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Ayat diatas bercerita tentang proses penciptaan manusia dimana bahan-bahan dasar tubuh manusia disarikan dari zat-zat organik dalam tanah. Tetumbuhanlah yang ’bertugas’ menyerap saripati tanah itu, lantas diubah menjadi buah, daun, biji-bijian, dan umbi yang dimakan manusia. Kemudian, sebagiannya dicerna dan diproses menjadi sperma pada laki-laki dan sel telur pada perempuan, yang disimpan di dalam sarang yang aman. Setelah itu, prosesnya mengikuti tahapan-tahapan di atas, sampai terbentuk makhluk bernama manusia yang sama sekali berbeda dengan bahan-bahan dasarnya itu.

Allah menyebut manusia sebagai makhluk yang memiliki bentuk sebaik-baiknya. Di dalamnya ada jiwa yang disempurnakan. Dan, kepadanya ditiupkan ruh saat penciptaanya. Kapankah jiwa dan ruh itu terbentuk? Apakah bersamaan dengan badan yang diciptakan secara bertahap sebagaimana diceritakan diatas? Ataukah sebelum ada badan sudah ada jiwa dan ruh? Dan konon mereka sudah bersyahadat? Siapakah yang bersyahadat itu dan kapan? Kenapa kita tidak ingat?

Kita bisa menelusurinya lewat proses penciptaan itu di data-data kedokteran, sekaligus melakukan cross-check secara Qur’ani.

1. Bahwa permulaan kehidupan manusia adalah saat bertemunya spermatozoa dengan ovum. Masa sebelum itu, manusia disebut sebagai belum berbentuk apa-apa. Badannya belum terbentuk, jiwanya belum terbentuk, ruh-Nya belum ditiupkan. Menurut istilah ayat di bawah ini, saat itu manusia berbentuk makhluk yang ’belum bisa disebut’. Barulah setelah itu, Allah bercerita bahwa manusia diciptakan dengan cara mencampurkan air mani (dari laki-laki dan perempuan).

QS. Al Insaan (76): 1-2, Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang bisa disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.

2. Data kedokteran menunjukkan bahwa kehidupan janin sudah dimulai pada hari pertama, sejak bertemunya bibit ayah dan ibu. Sejak itu pula embrio manusia sudah bertumbuh menunjukkan kehidupan. Ada yang tumbuh sempurna, ada pula yang tumbuh tidak sempurna. Tetapi, sudah hidup. Karena itu, bisa bertumbuh. Sehingga kalau digugurkan, itu sudah berarti membunuh cikal bakal manusia. Berapa pun umur kandungannya.

Jangankan 4 bulan alias 120 hari, pada usia kandungan 60 hari saja janin sudah memiliki organ lengkap, mulai dari kepala, badan, tangan, hingga kaki. Ukurannya memang masih 2,5 cm tetapi sudah hidup dan bergerak. Usia kehamilan berikutnya, hanya tinggal menyempurnakan belaka. Tulang belulangnya dipanjangkan dan disempurnakan. Organ-organ dalamnya dibesarkan dan disempurnakan. Otaknya disempurnakan. Panca inderanya disempurnakan, dan seterusnya. Tetapi, pendengaran dan penglihatannya sudah mulai terbentuk, bahkan pada usia kehamilan sekitar 40-an hari. Demikian pula jenis kelaminnya sudah terdeteksi pada usia kehamilan 40-an hari.

Betapa salah kaprahnya dokter yang berani menggugurkan kehamilan pada usia kehamilan diatas itu, tanpa alasan yang benar..! Bahkah, ketika saya diundang dalam sebuah forum ilmiah di Fakultas Kedokteran Unair Surabaya tentang ini, saya mengatakan, janin itu sebenarnya sudah hidup sejak saat awal terbentuknya stem sel alias sel induk, di hari pertama. Dan ternyata, sejumlah guru besar yang hadir menyatakan sependapat.

3. Sebagian Ruh Allah telah ditiupkan ke embrio yang menjadi cikal bakal manusia sejak hari pertama. Dan karena itu, sang embrio menjadi hidup, dan terus berkembang menjadi makhluk yang lebih sempurna. Apakah ruh sudah ada sebelum embrio terbentuk? Tentu saja, karena ruh adalah ’sebagian’ dari eksistensi ilahiah. Ruh bukan diciptakan, melainkan ’ditiupkan’ alias ’ditularkan’ belaka. Dan ruh setiap manusia adalah sama. Ruh yang ada di dalam diri saya dan diri Anda adalah sama, yakni sifat-sifat ketuhanan yang ditularkan kepada manusia, sehingga ia menjadi hidup, berkehendak, melihat, mendengar, berkata-kata, dan seterusnya. Semua itu tertulari oleh sifat Allah yang Maha Hidup, Maha Berkehendak, Maha mendengar, Maha Melihat, Maha Berkata-kata, dan seterusnya.

4. Yang berbeda pada setiap manusia bukanlah ruh, melainkan jiwa. Dalam al Qur’an disebut sebagai nafs (tunggal) atau anfus (jamak). Nah, jiwa ini diciptakan oleh-Nya bersamaan dengan badan. Dan menyempurna seiring dengan menyempurnanya badan. Khususnya otak. Semakin sempurna fungsi otaknya, semakin sempurna pula fungsi jiwanya. Sebaliknya, semakin tidak sempurna otaknya, semakin tidak sempurna pula jiwanya. Dan jiwa inilah yang bersyahadat pada saat awal proses penciptaan. Sebagaimana ayat berikut ini.

QS. Al A’raaf (7): 172

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari tulang belakang mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa (anfus) mereka: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul, kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lalai terhadap ini."

Lantas kenapa kita tidak ingat bahwa kita sudah bersaksi? Tentu saja, karena ingatan manusia belum terbentuk waktu itu. Karena otak juga belum terbentuk. Sehingga, memori atas syahadat kita itu tidak terekam di dalam ingatan otak melainkan terekam di dalam genetika kita. Bukankah waktu itu yang ada hanya sebuah sel hasil peleburan spermatozoa dan ovum? Dan di dalam sel induk yang sudah ditiupi ruh itu baru ada jiwa yang sangat primitif yang belum punya perangkat memori seperti jiwa yang sudah sempurna.

Maka seiring dengan berkembangnya tubuh janin, berkembang pula jiwa kemanusiaan yang semakin menyempurna. Syahadat dari jiwa yang primitif itu pun menyebar ke seantero tubuh dan jiwa yang kian mendewasa. Meskipun kita ’tidak ingat’ lagi tetang syahadat kita ’dengan otak’, tetapi kita bisa ’merasakan’ dalam seluruh tubuh dan jiwa secara instinktif. Bahwa di dalam diri dan diluar diri kita ini sebenarnya ada ’Sebuah Kekuatan’ Maha Besar yang sudah inheren dalam kehidupan. Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya, termasuk manusia di dalamnya.

Kenapa bisa demikian? Karena memang itulah fitrah manusia, makhluk ciptaan-Nya yang sedang mencari jalan kembali kepada Sang Pencipta: Allah Azza wajalla...

QS. Az Zukhruf (43): 9, Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka (siapa pun): "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", pasti mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".

QS. Ar Ruum (30): 30, Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Inilah) agama yang lurus; sayang kebanyakan manusia tidak mengetahui,

Wallahu a’lam bishshawab

~ salam ~

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar