Selasa, 12 April 2011

Orang Miskin Jakarta Berebut Nasi Sisa Pesta

Riski Adam |

Jumat, 14/01/2011 02:43 WIB
kissdefella-shamri69.blogspot.com
Jakarta - Aktivis Gerakan 77-78, M Hatta Taliwang mengungkapkan bahwa kini semakin banyak orang miskin di Jakarta yang terlihat berebut nasi dan makanan sisa pesta.

"Pemandangan itu menjadi keseharian saya dan tim kami yang gemar melakukan observasi kemiskinan di sejumlah kota, terutama Jakarta," ungkapnya seperti yang dilansir kantor berita nasional ANTARA, Kamis (13/1/2011).

Ia bersama kawan-kawannya mendapat kesimpulan sementara bahwa telah terjadi peningkatan sangat besar jumlah orang miskin yang suka berebut makanan sisa pesta, jika dibandingkan dengan sepuluh tahun silam, atau di awal reformasi lalu.

"Selain berebut nasi dan makanan sisa pesta di berbagai restoran serta gedung-gedung mewah lainnya. Kemiskinan rakyat juga terungkap dari makin meningkatnya warga yang hanya bisa makan nasi jemuran," ujarnya.

Hal tersebut, menurut Hatta, bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi di berbagai pelosok Indonesia, utamanya di Pulau Jawa.

"Di Jakarta memang sangat ketara. Tadi pagi kebetulan saya ketemu seorang ibu di sebuah gang di kawasan Pejompangan yang sedang siap-siap menjemur nasi sisa-sisa dari tetangganya," ungkapnya.

Kepada Hatta Taliwang, si ibu memaparkan, dia tidak mampu lagi beli beras dan karenanya hanya bisa menjemur nasi sisa tetangga sebagai makanan kesehariannya. Dia dan keluarganya mengaku tidak mampu lagi membeli beras yang harganya naik sangat tinggi.

"Dia akan menjemur nasi sisa tetangganya tersebut, lalu setelah kering dikukus, diberi garam sedikit dan kelapa, atau yang populer disebut 'nasi aking', maka siap untuk dimakan," katanya.

Namun, kalau si ibu butuh uang, lanjutnya, ternyata kelebihan 'nasi aking' tersebut akan dijual seharga Rp 2.000 per kilogram.

"Ini kan fakta kemiskinan di Jakarta yang notabene dekat dengan para elite penguasa kita. Tetapi dari teman sesama aktivis saya mendapat info banyak orang miskin di mana-mana sering berebut nasi sisa pesta yang akan dibuang para office boy ke tempat sampah," ujarnya lagi.

M Hatta Taliwang juga mengungkapkan, selain pengelola 'nasi aking', kini juga para 'tukang nyiping' bertambah dari waktu ke waktu.

"Di berbagai pasar, ada mereka yang berprofesi memungut beras tercecer di sekitar tempat penjualan beras, atau yang disebut 'tukang nyiping'. Jumlah mereka terus bertambah banyak di semua pasar. Kalau tahun-tahun sebelumnya mungkin hanya kurang dari 10, kini di atas 50-an per pasar," paparnya.

Mereka semua, menurutnya, mengandalkan hidupnya dari beras tercecer untuk ditanak sehari-hari.

"Ini kenyataan yang beberapa tahun lalu tidak kita jumpai begitu marak di ibukota," jelasnya.

Makanya, ia bertanya, masihkah kita semua percaya dengan angka kemiskinan yang berkurang?

"Gambaran di atas baru di Jakarta. Bagaimana dengan mereka yang jauh dari ibukota? Inilah salah satu output kebijakan yang keliru dari para elite masa kini dan waktunya untuk diubah, bukan ditutup-tutupi atau dibantah dengan memberi angka bayang-bayang saja," kata M Hatta Taliwang. (rsk/rsk)
Sumber: 

Jumat, 01 April 2011

Lounching Buku Pemberdayaan

Sebuah buku yang berkisah tentang pemberdayaan masyarakat di Indonesia telah dilounching pada 31 Maret 2011 di Hotel Mulia Jakarta, dalam rangka peringatan puncak ulang tahun PT Amythas ke-40.  Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari materi Seminar Reinventing Pemberdayaan Masyarakat Menuju Indonesia Masa Depan. tgl 15 Maret 2011 lalu. Penulisnya terdiri dari akademisi, pemerhati, LSM, pemerintah, swasta, antara lain Emha Ainun Nadjib, Prof MZ Lawang (UI), Prof GUnawan Sumodiningrat (UGM), Sujana Royat (Menkokesra), PT Aqua, LKM, Wagub Jatim, dll. 
Hasil seminar tersebut kemudian diedit oleh Tim Editor. 
Sebagai anggota Tim Editor, saya 'kebagian tugas' mengedit 2 makalah paparan Sujana Royat dan Tulisan LKM Duren Kaya. Foto cover depan juga adalah hasil 'bidikanku sewaktu mengunjungi kab. Jeneponto (Sulsel) beberapa waktu sebelumnya. Dan bagian cover belakang  buku tersebut saya menulis seperti ini :

Reinventing Pemberdayaan Masyarakat menuju Indonesia Mada Depan
                                                                                                                                                       
Mencintai Indonesia, Memanusiakan Manusianya.
Di hamparan bumi pertiwi Indonesia tercinta saat ini, hampir tak ada lagi rentang waktu dan ruang–ruang sosial yang kosong dan sepi dari ‘pergolakan dan pertarungan’ ideologis dan mazhab pemberdayaan masyarakat. Bahkan dalam ‘ruang’ yang lebih  sempit bernama pusat dan daerah, sektoral dan bidang, kepentingan ideologi dan mazhab pemberdayaan ini malah mencapai puncak ‘pergulatannya’ dengan segala bentuk variannya.
Pertanyaan-pertanyaan tentang apa dan siapa yang memberdayakan dan diberdayakan; Apakah betul pemerintah lebih berdaya dari rakyatnya ? Bagaimana dan dimana semestinya pemberdayaan dilakukan, akan tetap menjadi pertanyaan abadi yang tak menemukan jawaban jika kita mengabaikan, tetap menutup mata dan tak mau belajar menemukan hikmah dan kearifan dari praktek-praktek cerdas para pemberdaya sejati  di masyarakat, pemerintah dan sektor swasta.
Momentum 40 Tahun eksistensi PT. AMYTHAS - “Berkhidmat Membangun Negeri”-, Buku ini dipersembahkan untuk merefleksikan rasa syukur pada Sang Khaliq dan kecintaan terhadap bangsa dan manusia Indonesai. 
Ingin melihat Indonesia Masa Depan ? Cintailah Negeri Ini dan Manusiakanlah Manusianya !














Selamat membaca !!!